BACALAH
Oleh Mutmainnah
Anak muda menjadi agen
penting dalam suatu perubahan, dimana mereka harus tahu betul mengenai segala
pembaruan zaman disekitar mereka. Begitu pula mengenai ilmu yang diterapkan sejak
awal pertama masuk sekolah yaitu membaca.
Allah SWT telah menurunkan firman-Nya
melalui malaikat Jibril kemudian disampaikan kepada nabi Muhammmad. Ayat pertama
yang diturunkan Allah ke bumi adalah إقرأ yang berarti membaca, menganalisa, mendalami,
merenungkan, meneliti. Karena kata إقرأ tidak diikuti maf’ul bih, maka yang
dibaca adalah apa saja, baik itu “membaca” secara teks seperti buku-buku,koran, maupun “membaca” secara kontekstual seperti tadabur alam, menganalisa
dan meneliti dinamika masyarakat dan diri pribadi.
Kita tahu betul seberapa pentingnya manusia
harus membaca, sebab membaca termasuk salah satu hal yang menyangkut kesehatan.
Seperti yang dikatakan Heinrich Man bahwa bagaimana rasanya kita hidup di dunia
ini tanpa tahu apa itu nama, apa itu jenis, apa itu warna, apa itu rasa, apa
itu huruf, ibarat kita hidup didalam suatu rumah tanpa jendela, kita tidak
pernah tahu apa itu matahari.
Masalah literasi adalah bahan yang tak pernah
habis dibicarakan. Persoalan minat baca, akses buku hingga peran pemerintah
dalam penyediaan literasi. Indonesia memang mengidap penyakit literasi rendah. Hasil
studi world’s most literate nations yang diterbitkan central
connecticut state university menunjukkan bahwa literasi Indonesia berada
diperingkat 60 dari 61 negara, satu tingkat diatas Botswana. Menyedihkan, jika memang
itu benar. Sementara pendiri bangsa Indonesia adalah para penggila buku yang
melahap berbagai jenis buku.
Beberapa pemuda penggila buku prihatin
terhadap masyarakat yang masih memiliki minat baca minus. Buku seolah menjadi
ornamen suci yang dikultus tanpa punya kesempatan untuk dirayakan dengan riang
gembira.
Untuk meningkatkan minat baca, beberapa pemuda
menggelar perpustakaan jalanan diberbagai kota. Ketika buku-buku terjejer kaku
di rak-rak sunyi gedung perpustakaan, pegiat perpustakaan jalanan membuat buku
berada dikeramaian. Mendobrak gaya lama perpustakaan yang identik dengan petugas
yang marah ketika pengunjung berisik atau pembaca yang menyendiri diantara
tumpukan buku atau kungkungan ruangan persegi. Pegiat perpustakaan jalanan mendobrak
pakem tersebut. Mereka berusaha agar buku bisa dibicarakan diruang publik, agar
buku bisa lebih hidup dan bermanfaat.
Oleh karena itu para pakar sepakat bahwa kemahiran membaca (reading literacy) merupakan condition sine quanon (prsayarat
mutlak) bagi setiap insan yang ingin beroleh kemajuan. Meskipun demikian untuk memperoleh kemahiran membaca yang layak bukanlah perkara yang gampang. Mengapa demikian? Salah satu jawabannya karena faktor-faktor yang melingkupinya sangat kompleks. Atau dengan perkataan lain banyak hal yang mempengaruhi terwujudnya salah satu aspek keterampilan berbahasa tersebut.
Dalam sebuah kesempatan Prof. Leo fay (1980) mantan
presiden IRA (International Reading Asociation) pernah meyakinkan
para koleganya dengan sebuah kalimat yang berbunyi, To read is to
possess a power for transcending whatever physical human can muster. Kemudian Hartoonian salah seorang politikus AS diwawancarai oleh seorang wartawan ihwal apa yang harus dilakukan bangsa Amerika untuk mempertahankan supremasinya sebagai negara adidaya yang disegani oleh
bangsa-bangsa lain di kolong langit ini. Hartoonian menjawab, If me want to
be a super power we must have individuals with much higher levels of literacy (jika kita menginginkan menjadi bangsa adidaya kita harus memiliki lebih banyak lagi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam hal litearsi (baca-tulis).
Mari membaca :D.
Salam kongkow
Komentar
Posting Komentar