Langsung ke konten utama

BACALAH ( edisi - 4 )



BACALAH
Oleh Mutmainnah

Anak muda menjadi  agen penting dalam suatu perubahan, dimana mereka harus tahu betul mengenai segala pembaruan zaman disekitar mereka. Begitu pula mengenai ilmu yang diterapkan sejak awal pertama masuk sekolah yaitu membaca.

Allah SWT telah  menurunkan firman-Nya melalui malaikat Jibril kemudian disampaikan kepada nabi Muhammmad. Ayat pertama yang diturunkan Allah ke bumi adalah  إقرأ yang berarti membaca, menganalisa, mendalami, merenungkan, meneliti. Karena kata إقرأ tidak diikuti maf’ul bih, maka yang dibaca adalah apa saja, baik itu “membaca” secara teks seperti buku-buku,koran, maupun “membaca” secara kontekstual seperti tadabur alam, menganalisa dan meneliti dinamika masyarakat dan diri pribadi.

Kita tahu betul seberapa pentingnya manusia harus membaca, sebab membaca termasuk salah satu hal yang menyangkut kesehatan. Seperti yang dikatakan Heinrich Man  bahwa bagaimana rasanya kita hidup di dunia ini tanpa tahu apa itu nama, apa itu jenis, apa itu warna, apa itu rasa, apa itu huruf, ibarat kita hidup didalam suatu rumah tanpa jendela, kita tidak pernah tahu apa itu matahari.
Masalah literasi adalah bahan yang tak pernah habis dibicarakan. Persoalan minat baca, akses buku hingga peran pemerintah dalam penyediaan literasi. Indonesia memang mengidap penyakit literasi rendah. Hasil studi world’s most literate nations yang diterbitkan central connecticut state university menunjukkan bahwa literasi Indonesia berada diperingkat 60 dari 61 negara, satu tingkat diatas Botswana. Menyedihkan, jika memang itu benar. Sementara pendiri bangsa Indonesia adalah para penggila buku yang melahap berbagai jenis buku.

Beberapa pemuda penggila buku prihatin terhadap masyarakat yang masih memiliki minat baca minus. Buku seolah menjadi ornamen suci yang dikultus tanpa punya kesempatan untuk dirayakan dengan riang gembira.

Untuk meningkatkan minat baca, beberapa pemuda menggelar perpustakaan jalanan diberbagai kota. Ketika buku-buku terjejer kaku di rak-rak sunyi gedung perpustakaan, pegiat perpustakaan jalanan membuat buku berada dikeramaian. Mendobrak gaya lama perpustakaan yang identik dengan petugas yang marah ketika pengunjung berisik atau pembaca yang menyendiri diantara tumpukan buku atau kungkungan ruangan persegi. Pegiat perpustakaan jalanan mendobrak pakem tersebut. Mereka berusaha agar buku bisa dibicarakan diruang publik, agar buku bisa lebih hidup dan bermanfaat.
Oleh karena itu para pakar sepakat bahwa kemahiran membaca (reading literacy) merupakan condition sine quanon (prsayarat mutlak) bagi setiap insan yang ingin beroleh kemajuan. Meskipun demikian untuk memperoleh kemahiran membaca yang layak bukanlah perkara yang gampang. Mengapa demikian? Salah satu jawabannya karena faktor-faktor yang melingkupinya sangat kompleks. Atau dengan perkataan lain banyak hal yang mempengaruhi terwujudnya salah satu aspek keterampilan berbahasa tersebut.

Dalam sebuah kesempatan Prof. Leo fay (1980) mantan presiden IRA (International Reading Asociation) pernah meyakinkan para koleganya dengan sebuah kalimat yang berbunyi, To read is to possess a power  for transcending whatever physical human can muster. Kemudian Hartoonian salah seorang politikus AS diwawancarai oleh seorang wartawan ihwal apa yang harus dilakukan bangsa Amerika untuk mempertahankan supremasinya sebagai negara adidaya yang disegani oleh bangsa-bangsa lain di kolong langit ini. Hartoonian menjawab, If me want to be a super power we must have individuals with much higher levels of literacy (jika kita menginginkan menjadi bangsa adidaya kita harus memiliki lebih banyak lagi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam hal litearsi (baca-tulis).


Mari membaca :D.

Salam kongkow








Komentar

Postingan populer dari blog ini

"MEMAHAMI KI HAJAR DEWANTARA SEUTUHNYA" ( kongkow pendidikan edisi ke-2 )

MEMAHAMI KI HAJAR DEWANTARA SEUTUHNYA ( Rangkuman hasil kongkow edisi-2 ) Oleh Dikma Prasetyo Tokoh RM Soewardi Soerjaningrat yang kemudian dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara merupakan tokoh pendidikan yang sangat fenomenal. Walaupun predikat dokter tidak dapat diraihnya, akan tetapi tokoh ini justru berkembang dalam bidang jurnalistik. Kiprahnya di bidang politik diwujudkan dalam tulisan-tulisan yang dimuat di koran dan majalah baik terbitan Hindia Belanda maupun negeri Belanda.  Sebagai tokoh yang mahir dalam menulis, ia memiliki pengalaman yang unik karena ia ditahan bahkan dibuang akibat dari tulisan yang dihasilkannya. Selama masa pembuangan, ia pun tetap menulis bahkan sering tenaganya dipinjam untuk menulis di koran/mingguan Belanda. Profesi sebagai jurnalis dan politikus ditinggalkan setelah kembali dari pengasingan. Ki Hadjar Dewantara akhirnya berkecimpung di bidang pendidikan setelah ia mendirikan lembaga pendidikan yang diberi nama Pergerakan Pendidik

SEBENTAR

SEBENTAR   Oleh: Muhammad Mulawazun Nuha Sebentar lagi pagi, Pagi berlalu, sebentar lagi siang, Siang meredup, sebentar lagi sore, Sore tenggelam, petang ! sebentar lagi malam, Malam terkantuk-kantuk, mati ! Jombang, 30/03/19

FATWA KI HAJAR DEWANTARA SARAT PENDIDIKAN KARAKTER

FATWA KI HAJAR DEWANTARA SARAT   PENDIDIKAN KARAKTER ( Disusun Oleh Jujun Junaedi ) Konsep pendidikan sistem among Ki Hajar Dewantara yang terkenal yaitu, ing ngarsa sung tuladha (jika di depan memberikan teladan), ing madya mangun karsa (jika ditengah - tengah atau sedang bersama-sama menyumbangkan gagasan, maknanya di samping guru memberikan idenya, para siswa juga didorong untuk mengembangkan karsa atau gagasannya), dan tut wuri handayani (jika berada di belakang menjaga agar tujuan pendidikan tercapai dan peserta didik diberi motivasi serta diberi dukungan psikologis untuk mencapai tujuan pendidikan) sebenarnya sarat akan nilai-nilai karakter. secara ringkas dapat dinyatakan sebagai berikut, Ing ngarsa sung tuladha, mengandung nilai keteladan pembibingan dan pemanduan. Ing madya mangun karsa, mengandung nilai kreativitas dan pengembangan gagasan, serta dinamisasi pendidikan. Tut wuri handayani, mengandung nilai memantau, melindungi, merawat, menjaga, memberikan peni