Langsung ke konten utama

FATWA KI HAJAR DEWANTARA SARAT PENDIDIKAN KARAKTER

FATWA KI HAJAR DEWANTARA SARAT  PENDIDIKAN KARAKTER

( Disusun Oleh Jujun Junaedi )

Konsep pendidikan sistem among Ki Hajar Dewantara yang terkenal yaitu, ing ngarsa sung tuladha (jika di depan memberikan teladan), ing madya mangun karsa (jika ditengah - tengah atau sedang bersama-sama menyumbangkan gagasan, maknanya di samping guru memberikan idenya, para siswa juga didorong untuk mengembangkan karsa atau gagasannya), dan tut wuri handayani (jika berada di belakang menjaga agar tujuan pendidikan tercapai dan peserta didik diberi motivasi serta diberi dukungan psikologis untuk mencapai tujuan pendidikan) sebenarnya sarat akan nilai-nilai karakter. secara ringkas dapat dinyatakan sebagai berikut,

Ing ngarsa sung tuladha, mengandung nilai keteladan pembibingan dan pemanduan.

Ing madya mangun karsa, mengandung nilai kreativitas dan pengembangan gagasan, serta dinamisasi pendidikan.

Tut wuri handayani, mengandung nilai memantau, melindungi, merawat, menjaga, memberikan penilaian dan saran-saran perbaikan, sambil memberikan kebebasan untuk bernalar dan mengembangkan karakter peserta peserta didik.

Bahkan wewarah, ajaran atau fatwa Ki Hajar Dewantara yang menjadi pegangan perguruan Taman Siswa sarat akan pendidikan karakter. Di antara fatwa beliau yang terlihat sekali menonjolkan positioning karakter dalam pendidikan nasional antara lain adalah :

1. Lawan Sastra Ngesti Mulya, artinya dengan ilmu kita mencapai keberhasilan hidup. Cita – cita Ki hajar Dewantara adalah dengan memupuk jiwa kuriositas yang tinggi dalam mencari ilmu (kepenasaran intelektual, intellectual curiosity, istilah Mohammad Nuha, Menteri Pendidikan Nasional) bangsa dan rakyat Indonesia dapat mencapai kemuliaan, disegani dan dihargai dalam percaturan dunia.

2. Suci Tata Ngesti Tunggal, maknanya memerlukan kesucian batin, kejernihan pikiran, cita-cita yang luhur, dan ketertiban lahir, atau kedisiplinan nasional, untuk mencapai cita – cita mulia yag berupa kemajuan dan kesuksesan seluruh nusa, bangsa dan rakyat Indonesia.

3. Tetep – Mantep –Antep, maknanya dalam melaksanakan tugas kependidikan dan pembangunan bangsa harus berketetapan hati (tetep). Tekun bekerja tanpa menoleh kanan-kiri yang berarti melenakan perjuangan. Tetap tertib berjalan maju. Harus selalu manteb maka niscaya segala perbuatan dan tindak laku (solahbawa) kita akan antep, berat berisi (bernas) dan berharga. Tidak mudah dihambat, dirintangi oleh pihak lain.

4. Ngandel, Kendel, Bandel, Kandel. Maknanya, kita harus percaya dan yakin sepenuhnya, ngandel, pada kekuasaan dan takdir Tuhan dan pada kekuatan serta kemampuan diri sendiri, sedangkan kendel artinya berani, berani menghadapi segala sesuatu yang merintangi, rawe-rawe rantas malang-malang putung (rawe sejenis pohon semak, bunganya terasa gatal jika terkena dan menempel di kulit, biasanya menghalangi jalan karena tingginya selutut manusia), tidak ada ketakutan, waswas dan keraguan hati karena percaya akan adanya bantuan Tuhan dan kemampuan diri. Sedangkan bandel artinya kokoh, teguh hati, tahan banting disertai sikap tawakal akan segala kehendak Tuhan. Dengan demikian jadilah diri kita kandel, tebal, kuat lahir batin, sebagai azimat dalam berjuang menuju cita-cita kebangsaan.

5. Neng-Ning-Nung-Nang. Maknanya, kita harus tenteram lahir batin, neng, meneng, tidak berarti ragu-ragu dan malu-malu, ning dari kata wening, bening, jernih pikiran kita, tidak mengedepankan emosi, mampu dan mudah membedakan antara yang hak dan yang batil, sehingga kita menjadi nung, hanung, kokoh kuat sentausa, teguh kukuh lahir batin untuk mencapai cita-cita. Jika ketiga hal tersebut telat kita capai maka kita akan mencapai nang, menang dan wenang. Memperoleh kemenangan dan memiliki kewenangan berhak dan berkuasa memiliki hasil jerih payah kita. Kesuksesan dan kemuliaan lahir dan batin.

Sementara itu jika kita melacak gagasan Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan, beliau berpendapat bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Komponen – komponen budi pekerti, pikiran dan, tubuh anak itu tidak boleh dipisah-pisahkan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak. Hal ini dapat dimaknai bahwa menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan karakter merupakan bagian integral yang sangat penting.






Thanks…. Selamat membaca….heuheueheuehue



Sumber Pendidikan karakter, prof. Dr Muhlas & Drs. Haruyanto, M.S.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"MEMAHAMI KI HAJAR DEWANTARA SEUTUHNYA" ( kongkow pendidikan edisi ke-2 )

MEMAHAMI KI HAJAR DEWANTARA SEUTUHNYA ( Rangkuman hasil kongkow edisi-2 ) Oleh Dikma Prasetyo Tokoh RM Soewardi Soerjaningrat yang kemudian dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara merupakan tokoh pendidikan yang sangat fenomenal. Walaupun predikat dokter tidak dapat diraihnya, akan tetapi tokoh ini justru berkembang dalam bidang jurnalistik. Kiprahnya di bidang politik diwujudkan dalam tulisan-tulisan yang dimuat di koran dan majalah baik terbitan Hindia Belanda maupun negeri Belanda.  Sebagai tokoh yang mahir dalam menulis, ia memiliki pengalaman yang unik karena ia ditahan bahkan dibuang akibat dari tulisan yang dihasilkannya. Selama masa pembuangan, ia pun tetap menulis bahkan sering tenaganya dipinjam untuk menulis di koran/mingguan Belanda. Profesi sebagai jurnalis dan politikus ditinggalkan setelah kembali dari pengasingan. Ki Hadjar Dewantara akhirnya berkecimpung di bidang pendidikan setelah ia mendirikan lembaga pendidikan yang diberi nama Pergerakan Pendidik

SEBENTAR

SEBENTAR   Oleh: Muhammad Mulawazun Nuha Sebentar lagi pagi, Pagi berlalu, sebentar lagi siang, Siang meredup, sebentar lagi sore, Sore tenggelam, petang ! sebentar lagi malam, Malam terkantuk-kantuk, mati ! Jombang, 30/03/19

Bingung

BINGUNG Oleh : wawan mashuri Kulihat seorang penulis buku dikala itu, Sedang menari-narikan sebuah pena dimedan kertas putih yang terukir banyak coretan – coretan yang mengandung sebuah artikel makna terserndiri, Tak sengaja aku membaca tulisannya yang penuh coretan itu, Disitulah menceritakan perjalanan seorang pemuda yang menyusuri lorong gang diseberang jalan, Hembusan angin yang seolah-olah mengajak pemuda itu untuk menyusuri lorong tersebut, Mungkin, angin ini mengandung arti yang mengajak aku ke suatu titik tertentu dimana ada sebuah kebahagian, “kata hati seorang pemuda itu”, Tanpa pikir panjang, pemuda itu menerima ajakan sebuah hembusan angin tadi,   Disitulah pemuda itu tercengang melihat sekumpulan orang-orang yang disinari sebuah cahaya dari gemerlapnya bintang, Hati ini mulai bingung, arti semua itu,”kebingungan wajah seorang pemuda”, Dari kebingungan itu, si pemuda itu duduk sambil melihat – lihat ke atas dan mulai m